Revisi UU MD3, BAKN DPR Minta Masukan Perguruan Tinggi

22-10-2012 / B.A.K.N.

 

Wakil Ketua BAKN DPR Yahya Sacawiria mengatakan dalam konteks revisi UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), BAKN DPR menjalin kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi untuk meminta masukan khususnya yang berkaitan dengan masalah ketentuan hukum dan dari segi ekonomi terkait hasil audit.

Politisi dari Partai Demokrat itu mengatakan BAKN DPR dalam posisi siap lebih awal untuk memberikan masukan substansi terhadap revisi UU MD3 terkait posisi BAKN DPR. “Kita ingin menempatkan BAKN DPR dalam satu tempat yang betul-betul bisa berfungsi dengan baik, dan bukan hanya sekedar lip service.

Lip service yang dimaksud adalah ada badannya tapi kewenangannya tidak ada,”kata Yahya Sacawiria saat diskusi tentang perubahan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 dengan tim Fakultas Hukum dan tim Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (Unand), di Kampus Unand, Padang, Rabu (17/10).

Yahya Sacawiria mengatakan pihaknya tidak ingin sistem pengawasan yang ada di BAKN DPR bermuara politis. Dimana jika ada satu institusi atau lembaga berkaitan dengan 'oknum orang mau pun partai', maka BAKN DPR akan tidak fair nanti pada saat melakukan pengawasan terhadap audit tersebut.

Menurut Anggota Komisi I DPR itu, yang paling diutamakan saat ini adalah mempersiapkan personil yang memback-up tugas BAKN DPR, seperti tenaga ahlinya yang profesional yang paham ekonomi makro dan mikro, serta paham dibidang hukum termasuk juga  yang paham dengan audit kinerja serta kemampuan manajemen yang baik, sehingga bisa memberikan masukan kepada BAKN DPR yang berjumlah sembilan orang tersebut.

Kalaupun jumlah anggota BAKN DPR dianggap kurang karena hanya berjumlah sembilan orang, penambahannya pun kata Yahya Sacawiria bukan berdasarkan sistem proporsional. “Kami tidak ingin masalah inibegitu kental kepentingan politiknya. Misalnya kalau mau dipakai sistem proporsional, lalu Partai Demokrat berarti harus delapan anggota.Kan ini tidak harus begitu,”ujarnya.

Menurut Yahya Sacawiria, komposisi BAKN DPR saat ini sudah berjalan cukup bagus. Sebab kata dia, kesepakatan pada saat awal pembentukan BAKN  DPR adalah bersepakat bahwa BAKN DPR lebih mengedepankan kepentingan profesionalnya dari pada kepentingan politik didalamnya.

“Sehingga siapa pun yang melakukan pelanggaran, kita akan tindak lanjut sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh BAKN DPR,”tegasnya.

Sementara itu, pokok-pokok pikiran yang disampaikan tim Fakultas Hukum Unand yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Hukum Unand Prof Dr Yuliandri dalam diskusi perubahan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 dengan BAKN DPR mengatakan, perlu atau tidaknya penguatan terhadap BAKN DPR seharusnya berpijak pada keserasian pelaksanaan tugas masing-masing alat
kelengkapan DPR. Tidak selalu penguatan itu penting bila tugas yang akan diberikan justru telah dilaksanakan oleh kelengkapan alat kelengkapan DPR lainnya.

“Bila tugas pengawasan pengelolaan keuangan negara oleh komisi belum dilaksanakan secara efektif, maka penguatan BAKN DPR perlu dilakukan,” kata Yuliandri.

Soal kedudukan BAKN DPR, menurut Yuliandri, BAKN DPR merupakan salah satu alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Meski begitu, sekalipun BAKN DPR berstatus sebagai sebuah badan, posisi BAKN DPR tidak sama dengan badan-badan alat kelengkapan DPR lainnya.

“Sebab BAKN DPR hanya menjadi saluran bagi komisi dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara,”ujarnya.

Dalam konteks ini, kata Yuliandri, perlu ditimbang pada alat kelengkapan manakah fokus kendali pelaksanaan fungsi pengawasan terkait pertanggung jawaban keuangan negara harus diletakkan, apakah pada komisi atau BAKN DPR?

Menurut dia, tugas pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara sebetulnya sudah tercakup dalam tugas komisi di bidang pengawasan. “Pertanyaannya adalah apakah pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara sudah dilaksanakan secara efektif oleh komisi atau belum? Karena pertanyaan ini akan menjawab perlu dilakukannya penguatan terhadap BAKN DPR atau tidak,” katanya.

Yuliandri mengatakan bila diasumsikan bahwa komisi sudah efektif menjalankan fungsi pengawasan terkait pertanggungjawaban keuangan negara, maka memperluas tugas BAKN DPR tidaklah diperlukan. BAKN DPR cukup pada posisi menelaah laporan BPK dan menyalurkan kepada komisi-komisi.

“Sebaliknya bila pelaksanaan tugas pengawasan komisi dinilai kurang efektif, tentunya penguatan BAKN DPR menjadi agenda yang tidak dapat ditinggalkan,” tegasnya.

Sebelumnya rombongan BAKN DPR yang terdiri dari Yahya Sacawiria (Fraksi Partai Demokat), Nur Yasin (FPKB), Kamaruddin Syam (Fraksi Partai Golkar), dan AW Thalib (Fraksi PPP) bertemu dengan jajaran rektorat Unand guna membahas Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Pengadaan Barang dan Jasa Tahun Anggaran 2008, 2009 dan 2010 serta sosialisasi BAKN DPR. (nt), foto : nita/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Dukung Swasembada dan ROA 1,5 Persen di 2025, Aset Idle Perhutani Harus Dioptimalkan
22-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor –Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Sohibul Imam, menekankan pentingnya seluruh BUMN...
Herman Khaeron: Kerja Sama Perhutani Harus Transparan, Banyak Kawasan Tak Beri Benefit
21-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor –Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron, menegaskan kunjungan kerja BAKN ke kawasan Perhutani Sentul,...
BAKN DPR RI Desak Perhutani Perbaiki Tata Kelola, Tindaklanjuti Temuan BPK
21-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Perum Perhutani di Sentul, Bogor,...
Arjuni Sakir Ungkap Potensi Bias Pemeriksaan dalam Proses Penilaian Profesional BPKP
23-07-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pemeriksaan Keuangan dan...